Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Dalam Irsyadul Mujtama’ dan Ishlahul Hukuma
Allah swt berfirman:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasiq. (Q.S. Ali Imran: 110)
Dalam ayat di atas Allah menggandeng amar ma’ruf dan nahi munkar. Bahkan, keduanya menjadi ciri dan karakteristik khairu ummah (Q.S. Ali Imran: 110). Manhaj dakwah yang syamil tidak hanya fokus pada aktivitas dakwah dalam konteks amar ma’ruf an sich, tetapi juga fokus dengan gerakan nahi munkar, baik secara lisan, orasi, ceramah-ceramah, tulisan di media massa, advokasi hukum, bahkan melalui demonstrasi atau unjuk rasa.
Amar ma’ruf nahi munkar yang dipersiapkan secara matang (ihsan) akan membuahkan kesuksesan. Sebaliknya, jika tidak matang hasilnya akan kontra produktif yang menyebabkan langkah dakwah menjadi sempit dan terhambat. Oleh karena itu, aktivis dakwah haruslah mendalami fiqihnya dengan baik melalui keteladanan Rasul, sahabat, tabi’in, dan ulama salafussalih dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,
Kemaksiatan hingga detik ini masih marak dan bertebaran dimana-mana: di kota, di kampung, di hotel, di taman-taman, di gang-gang, bahkan di rumah kita sendiri. Kemaksiatan sudah tidak lagi dilakukan sembunyi-sembunyi. Pelacur, lonte atau yang dulu biasa disebut wanita tuna susila (WTS) tiba-tiba saja berubah istilahnya menjadi pekerja seks komersial (PSK). Ini tentu saja merupakan pengaburan sekaligus legitimasi terhadap perbuatan laknat.
Kemaksiatan sedemikian canggihnya dikemas dan disajikan. Tayangan-tayangan fasad hampir tiap hari tampil di media elektronik yang bersifat kekerasan, kriminalitas, pornografi, cerita khurafat dan takhayul. Kita dibombardir habis-habisan dari segala penjuru. Apakah Antum akan berdiam diri saja? Aina antum ayyuhal ikhwah? Sementara Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran maka ubahlah ia dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika ia tidak mampu maka ubahlah dengan hati, dan yang demikian itu selemah-lemah iman" (Al-Hadits).
Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,
Jika kita menghendaki perubahan di masyarakat maka hal yang urgen dilakukan adalah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dengan sungguh-sungguh. Kita berdiam diri saja maka yang akan terjadi adalah bala’ dalam hidup kita.
Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?
Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (Q.S. Al-A’raf: 98-99).
Amar ma’ruf nahi munkar tidak boleh berhenti. Irsyadul mujtama’ harus tetap dilakukan hingga terbentuknya masyarakat yang diridhai Allah SWT. Selain itu, mengubah umat dari kebodohan kepada ilmu pengetahuan (tahwilul jahalati ilal ma'rifah), dari ilmu pengetahuan menuju gerakan (tahwilul ilal harakah). Hanya satu yang ingin dicapai: kemenangan Islam. Dengan kata lain, mengeluarkan mereka dari kegelapan (maksiat) menuju cahaya ketaqwaan.
Seorang Muslim yang mengucapkan kalimat syahadat secara otomatis ia adalah da'i (penyeru). Di mana pun ia berada di pundaknya terpikul tugas dakwah, fii ayyi ardlin taqo' anta mas'uulun an Islamiha, di bumi manapun Anda tinggal, Anda bertanggung jawab membangun komitmen keislaman penduduknya.
Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,
Kualitas keimanan tidak sekadar ditentukan dengan kualitas ibadah ritual, akan tetapi sejauh mana semangat dakwah dimilikinya. Bergairah dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar merupakan indikasi kuatnya iman. Dan, tatkala seseorang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk mengubah lingkungan yang didominasi kemunkaran, maka pada saat yang sama terjadi penurunan voltage iman. "Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran maka ubahlah ia dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika ia tidak mampu maka ubahlah dengan hati, dan yang demikian itu selemah-lemah iman" (Al-Hadits).
Ikhwah fillah dan akhwat rahimakumullah,
Amar ma’ruf nahi munkar tidak selesai dengan irsyadul mujtama’ saja. Berapa banyak kemunkaran, kemaksiatan justru akibat regulasi para pemegang kekuasaan. Maka yang juga harus kita lakukan adalah islahul hukumah. Ishlahul hukumah dapat berarti membantu mereka dalam menegakkan kebenaran, mentaati mereka dalam kebenaran, mengingatkan mereka terhadap hak-hak rakyat.
Imam Nawawi berkata bahwa menasihati para pemimpin berarti menolong mereka untuk menjalankan kebenaran, mentaati mereka dalam kebaikan, mengingatkan mereka dengan lemah lembut terhadap kesalahan yang mereka perbuat, memperingatkan kelalaian mereka terhadap hak-hak kaum muslimin, tidak melakukan pemberontakan dan membantu menciptakan stabilitas negara.
Imam Al-Khattaby berkata bahwa termasuk nasihat terhadap pemimpin adalah shalat berjamaah di belakang mereka, jihad bersama mereka, membayar zakat kepada mereka, tidak keluar dari mentaati mereka tatkala terjadi penyelewengan dan kezhaliman, tidak memuji secara dusta, dan selalu mendoakan kebaikan untuk mereka. Dan nasihat yang paling penting adalah mendatangi mereka untuk menyampaikan kekurangan dan kebutuhan umat serta menjelaskan kelemahan para pejabat khususnya hal-hal yang berdampak negatif bagi umat.
Mengingatkan agar takut kepada Allah SWT dan hari akhir, mengajak mereka untuk berbuat kebaikan, dan melarang kemunkaran serta mendorong mereka agar hidup sederhana dan wara'. Pendapat Imam Nawawi dan Imam Al Khattaby, tentu dalam konteks pemerintahan Islam. Maka terhadap pemerintahan sekular, sikap kita adalah menentang kezhaliman mereka sampai mereka menjalankan Islam secara benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar